Sabtu, 14 April 2012

XXIV Managing Guidance and Counselling



MENGELOLA BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SEKOLAH

Esther Tan

Semenjak Kementrian Pendidikan secara resmi meluncurkan Program Pastoral Care and Career Guidance (PCCG) di tahun 1980an (Kementrian Pendidikan, 1987; 1988; 1989) maka mengembangkan dan mengelola program bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah telah menjadi persoalan yang sangat dibicarakan oleh para pengajar dan para penyelenggara pendidikan.Bab ini membahas proses memperkenalkan perubahan untuk lebih meningkatkan program bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah, peran leadership (kepemimpinan) dalam manajemen perubahan, langkah-langkah yang termasuk dalam membangun sebuah tim pembimbing yang efektif dan evaluasi banyak program bimbingan dan konseling. Persoalan-persoalan ini menjadi minat paling besar para pengajar yang terlibat dalam me-manage bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya mereka yang berada dalam posisi-posisi memimpin.

MENGEMBANGKAN SEBUAH PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING YANG KOMPREHENSIF
Sampai sekarang, perkembangan bimbingan dan konseling di Singapura sudah memiliki sebuah pengalaman 14 tahun, dan kebanyakan sekolah memiliki sebuah program bimbingan dan konseling yang diberlakukan.Tantangan yang dihadapi oleh hampir semua penyelenggara sekolah atau para Kepala program Pastoral Care, bukanlah tentang hal harus memulai program bimbingan dan konseling dari nol, tetapi lebih pada meninjau dan meningkatkan program yang sudah ada untuk menjadi lebih komprehensif dan efektif. Gysbers menguraikan tiga langkah yang dibutuhkan untuk mewujudkan perubahan ini: (a) mengembangkan suatu iklim perubahan; (b) meninjau (mereview) program yang sudah ada; dan (c) merancang program yang sudah direvisi (Gysbers & Henderson, 2000).



Langkah 1 –Menanamkan Iklim Perubahan
Perubahan berhasil ditemukan pada suatu lingkungan yang positif dan bersifat mendukung.Walaupun kepala sekolah atau Kepala program Bimbingan bisa memimpin dalam menetapkan sifat/warna bagi suatu sekolah, tetapi baru sedikit yang bisa dicapai jika para staff lainnya tidak termotivasi untuk mendukung perubahan.Dalam pembahasan tentang manajemen perubahan ini, Fullan (1987) membuat enam pengamatan tentang manajemen kurikulum perubahan di banyak sekolah.Dia mengamati beberapa pemimpin yang menggunakan argumen tajam dan mempraktekkan wewenang/kuasa mereka untuk memperkenalkan perubahan.“Overload” menunjuk pada sebuah situasi dimana pemimpin terlalu berambisi memperkenalkan banyak proyek secara simultan dalam cara yang tak terkoordinasi. Lebih sering, banyaknya prioritas yang saling bertentangan menyebabkan kebingungan dan frustrasi.Di sisi lain, rencana-rencana pelaksanaan yang terlalu rumit bisa menjadi penghalang proses pelaksanaan aktualnya sendiri. Fullan menamai fenomena ini “melaksanakan rencana pelaksanaan (implement the implementation plan).” Dia mengemukakan bahwa ketika mengimplementasikan perubahan, maka berguna untuk membedakan antara muatan perubahan dengan proses perubahan. Dalam kasus mengembangkan program bimbingan dan konseling yang komprehensif maka kerja tim adalah penting karena tidaklah mungkin membuat satu ahli yang berpengetahuan luas dan kompeten bekerja di semua bidang. Meskipun demikian, terlalu banyak “ahli” bekerja dalam satu tim bisa menjadi tidak produktif. Ketika para ahli menghabiskan waktu dan tenaga berargumen tentang muatan perubahan, maka proses perubahan itu bisa menderita. Fullan menekankan bahwa dalam perubahan yang efektif, kita perlu mencapai keseimbangan yang bagus antara tekanan dan dukungan.Di sisi lain, ketika banyak dukungan diberikan tanpa tekanan mencapai perubahan yang efektif, maka sumber daya yang diberikan bisa kurang digunakan. Mengakhiri pengamatan ini dengan sebuah catatan positif, Fullan menyimpulkan bahwa implementasi sukses perubahan selalu membawa pada pembelajaran dari semua pihak yang terlibat (Fullan, 1987).
Fullan mengingatkan pembacanya bahwa “setiap orang adalah agen perubahan” dan “masalah adalah teman kita” (Fullan, 1993).Manajemen perubahan tidak boleh hanya diberikan kepada para ahli.Kontribusi dari para anggota individual juga penting. Meskipun demikian, kontribusi tersebut tidak akan terwujud jika para anggota tim tidak termotivasi mencari perubahan. Oleh karena itu, menanamkan iklim perubahan adalah sebuah langkah penting pertama dalam manajemen perubahan.Ketika perbaikan/peningkatan diperkenalkan dalam konteks penyelesaian masalah dan para anggota didorong untuk “memiliki” masalah, mereka bereaksi dengan antuasias karena mereka bisa menghargai pentingnya perubahan tersebut.Daripada mengadopsi sebuah pendekatan atas-bawah dengan memberitahu para anggota tim bimbingannya bahwa “kalian harus berubah dan saya di sini untuk membantu kalian lebih baik,” kepala bimbingan bisa melibatkan para anggota tim ini melalui suatu ajakan seperti: “Kita memiliki masalah yang sama di sini. Dengan menyelesaikannya, kita semua bisa lebih baik.”
Mitchell dan Gysbers (1978) mengidentifikasi satu daftar sepuluh syarat yang merupakan prasyarat bagi transisi berhasil sebuah proses bimbingan dan konseling yang komprehensif di sekolah. Dari semua ini, delapan (yang ditulis di bawah) relevan dengan konteks Singapura.
·    Semua anggota staff terlibat dalam proses perubahan.
·    Semua anggota staff berkomitmen terhadap tujuan-tujuan perubahan dan memiliki satu gol bersama.
·    Penyelenggara sekolah berkomitmen mendukung perubahan.
·    Semua anggota staff melihat program bimbingan dan konseling yang komprehensif sebagai sebuah fungsi para staff sebagai satu keseluruhan dan bukan hanya sebuah fungsi eksklusif beberapa staff terpilih.
·    Staff yang terlibat berminat/tertarik dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dan mendapatkan kompetensi.
·    Waktu dan sumber daya disediakan bagi perkembangan staff.
·    Waktu diberikan untuk merencanakan dan merancang program bimbingan dan konseling yang sudah direvisi dengan semua kelompok kepentingan yang berpartisipasi di dalamnya.
·    Para pengembang program lebih merancang transisi setahap demi setahap daripada sebuah transisi tiba-tiba/mendadak yang mengabaikan kebutuhan untuk melanjutkan banyak kegiatan dan daya dorong sekarang.
Dengan menekankan pentingnya suatu transisi yang lancar, Mitchell dan Gysbers mengingatkan kita bahwa perubahan tiba-tiba/mendadak adalah sulit dan menghasilkan kegelisahan.Ini cenderung menyebabkan para peserta dalam proses perubahan membangun rintangan (palang/pagar) terhadapnya.

Langkah 2 – Mereview Program Bimbingan dan Konseling yang Sudah Ada
Keberhasilan implementasi perubahan membutuhkan suatu pemahaman tentang perbedaan antara apa dan apa yang bisa. Dalam Mereview program bimbingan dan konseling yang sudah ada, tujuan utamanya adalah melakukan sebuah analisa menyeluruh terhadap bermacam aspek dalam program yang sudah ada untuk menentukan apa yang perlu dirubah.

Maksud dan Tujuan Program
Semenjak para pengguna akhir porgram bimbingan dan konseling adalah para siswa itu sendiri, maka maksud dan tujuan program perlu dikaji ulang dari sudut pandang kebutuhan para siswa.Apakah maksud-maksudnya masih relevan dengan bidang pendidikan kontemporer dan mengidentiifkasi lebih banyak kebutuhan siswa?Apakah terdapat perlunya memodifikasi gol dan tujuan untuk tetap sesuai dengan perubahan-perubahan kebijakan yang dibuat oleh para pemegang kekuasaan?Selama bertahun-tahun, Kementrian Pendidikan telah memperkenalkan bermacam insiatif dalam usaha lebih meningkatkan sistem pendidikan.Sebagai contohnya, inisiatif Thinking School, Learning Nation (TSLN) diluncurkan tahun 1997 menekankan penanaman keterampilan berpikir dalam pengajaran di delan kelas dan memotivasi para siswa untuk melakukan pembelajaran seumur hidup. Revisi kurikulum Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan yang telah diinisiatifkan satu dekade sebelumnya merefleksikan perhatian pemerintah terhadap pendidikan moral dan nilai, sebuah aspek sangat penting bagi sebuah program bimbingan yang komprehensif.Pemerintah juga telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam mempromosikan Pendidikan Nasional, menekankan negara berbasis pengetahuan ini, dimana warga negara harus “menjadi global” tetapi “tetap berakar”. Lebih baru lagi, pendidikan seks diperkenalkan di semua tingkatan (SD, SMP dan SMA) dan signifikansi bimbingan karir telah menerima perhatian yang baru.

Muatan Program
Penting untuk mencermati komponen-komponen akademis maupun non-akademis suatu program bimbingan, misalnya: program Pendikan Afektif dan Karir (ACE), kegiatan-kegiatan bimbingan karir, program-program pengayaan, kegiatan-kegiatan ko-kurikuler dan ketersediaan sumber daya konseling. Fokus utama review ini adalah untuk mencari jawaban-jawaban bagi pertanyaan sangat penting: Apakah program bimbingan dan konseling dirancang, diimplementasikan dan dimonitor untuk menjamin semua kebutuhan siswa terpenuhi?

Personel
Bagi manajemen perubahan yang berhasil, penilaian personel harus lebih daripada menilai kecukupan tim bimbingan. Ini karena keterlibatan seluruh staff adalah penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang kondusif dan mendukung manajemen perubahan.Apakah kepala sekolah mendukung bimbingan dan konseling atau hanya basa-basi? Bagaimana para staff lainnya memandang program bimbingan dan konseling tersebut? Apakah mereka memiliki komitmen terhadap gol-gol yang sudah dikemukakan oleh program tersebut?Bagaimana hubungan antara semua anggota di dalam komunitas sekolah?Apakah terdapat keharmonisan antara para pengajar, siswa dan penyelenggara sekolah serta para staff yang tidak mengajar? Mengadvokasikan pendekatan “seluruh sekolah” pada manajemen bimbingan dan konseling, Kementrian Pendidikan (1994) menekankan bahwa tujuan akhir pastoral care di sekolah adalah

Asuhan (bimbingan) untuk dan oleh seluruh karyawan sekolah;
Asuhan (bimbingan) untuk dan oleh seluruh siswa;
Asuhan (bimbingan) untuk seluruh bidang kehidupan sekolah.

Sehubungan dengan tim bimbingan, perhatian utama adalah derajat komitmen mereka dan tingkat kompetensi mereka. Apakah mereka berkomitmen pada maksud dan tujuan program bimbingan dan konseling?Apakah mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang mencukupi untuk melaksanakan peran bimbingan mereka secara memuaskan? Apakah terdapat para penasihat terlatih dalam tim tersebut untuk membantu para siswa dengan masalah-masalah sosial dan emosional?

Program Organisasidan Pemberian Program
Aspek penting lainnya dalam review (peninjauan) adalah untuk mengkaji organisasi dan carapemberian program bimbingan dan konseling. Kementrian Pendidikan (1997) mengidentifikasi enam bidang kehidupan sekolah sebagai area/bidang potensial pemberian pastoral care.Pertama adalah filosofi dan misi sekolah.Apakah mereka sesuai dengan semangat sebenarnya bimbingan sekolah, yang berfokus pada perkembangan seluruh individu?Bidang kedua berkaitan dengan pengembangan hubungan di dalam komunitas sekolah dan pembagian tanggung jawab.Apakah terdapat deskripsi jelas bagi banyak peran?Apakah garis komunikasi dalam tim bimbingan dan konseling? Apakah para guru terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan/penyelesaian masalah terkait dengan para siswa yang berada di bawah pengasuhan mereka?Area selanjutnya adalah iklim sekolah.Apakah sekokah merupakan komunitas yang peduli dimana para anggotanya saling peduli dan saling memperlihatkan rasa hormat?Area keempat terkait dengan orangtua dan masyarakat.Berapa persentase majelis orangtua yang terlibat dalam urusan sekolah?Bagaimana hubungan dengan orangtua dibangun dan dipelihara?Jenis sumberdaya apa yang tersedia untuk membantu para orangtua dari anak-anak dengan kebutuhan khusus? Apakah sekolah memiliki garis-garis hubungan yang jelas dengan lembaga-lembaga bantuan lainnya di masyarakat?Sistem rujukan apakah yang diberlakukan?Apakah hubungansebelum, selama dan setelah rujukan dibuat?
Integrasi pastoral care dan bimbingan karir di dalam kurikulum yang sudah ada merupakan area penting lainnya untuk ditinjau.Apakah kurikulum bimbingan merupakan bagian terpenting dalam kurikulum sekolah atau benar-benar terpisah darinya?Bagaimana waktu berhubungan dengan siswa ditentukan?Terkait dengan penegakan disiplin di sekolah, apakah sistem pemberian penghargaan dan hukuman sesuai dengan filosofi, maksud dan tujuan program bimbingan dan konseling?Apakah standar-standar etis ditaati dalam pelaksanaan program tersebut?
Bidang keenam review adalah penilaian siswa, guru dan program sekolah. Apakah terdapat sistem penilaian yang terbuka dan adil yang diberlakukan?Apakah informasi yang tepat tersedia sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang kuat?Apakah akses mendapatkan catatan siswa terbuka bagi semua pihak tanpa berisikan kerahasiaan?Terdapat beberapa persoalan yang harus dikenali.

Sumberdaya dan Fasilitas
Dalam mereview sumberdaya dan fasilitas, sebuah pengkajian jumlah waktu yang dialokasikan bagi bimbingan dan konseling perlu dibuat.Apakah kegiatan bimbingan dan konseling memiliki tempat sah dalam waktu kurikulum sekolah atau apakah mereka hanya dilakukan sebagai kegiatan ekstrakurikuler atau “pengisi waktu” setelah ujian ketika para guru sibuk membuat soal-soal ujian? Disamping melihat bagaimana waktu digunakan, suatu penilaian tentang penggunaan ruang dan fasilitas sekolah juga penting.Apakah terdapat ruang-ruang tanya-jawab yang lengkap dengan perabot yang layak untuk tujuan konseling? Apakah para staff memiliki akses mudah untuk mendapatkan buku-buku referensi dan materi-materi sumber untuk membantu mereka melakukan perna-peran mereka? Apakah perkembangan staff tersedia bagi mereka yang memerlukannya?
Salah satu strategi berguna untuk mereview program dan menentukan perubahan-perubahan apakah yang dibutuhkan adalah melakukan analisa SWOT untuk mengidentifikasi “Kelebihan program, Kelemahan yang meminta perbaikan/peningkatan, Kesempatan yang memfasiltias perubahan dan Ancaman apa yang bisa menghalangi perubahan.” SWOT merupakan modifikasi analisa perubahan force-field yang awalnya dikembangkan oleh Lewin pada tahun 1950ab. Teori Force Field Analysis telah didasarkan pada dalil bahwa suatu situasi perubahan merupakan sebuah keseimbangan antara dua rangkaian kekuatan – kekuatan (daya)penahan yang menghambat perubahan dan daya penggerak yang meningkatkan perubahan. Perubahan bisa diwujudkan dengan cara meningkatkan daya penggerak atau mengurangi daya hambat tersebut (Lewin, 1951). Delapan langkah yang termasuk dalam praktek SWOT atau Force Field Analysis.
·    Mengklarifikasi atau mengidentifikasi perubahan yang akan diwujudkan.
·    Mendefinisikan situasi sekarang dibandingkan dengan situasi yang diinginkan (kelebihan dan kelemahan).
·    Mengidentifikasi daya penggerak dan daya hambat (peluang dan ancaman).
·    Mengidentifikasi strategi-strategi untuk memaksimalkan kelebihan dan mengeksploitasi kesempatan (peluang).
·    Mengidentifiaksi banyak strategi untuk meminimalisir kelemahan dan menghadapi ancaman.
·    Mengurutkan banyak prioritas.
·    Menentukan sumberdaya yang dibutuhkan.
·    Melaksanakan rencana tindakan.

Langkah 3 – Merancang Program Bimbingan dan Konseling yang sudah Direvisi
Dikarenakan banyak kebutuhan sekolah dan populasi siswa mereka sangat beragam, tidak ada satu program bimbingan dan konseling yang cocok bagi semua.Seperti halnya banyak perbedaan individual di antara banyak anak, juga terdapat perbedaan individual antar sekolah (D’Rozario, Jennings & Khoo, 1998).Setiap sekolah perlu mengidentifikasi “bidang-bidang kebutuhan” unik mereka dan mengembangkan banyak strategi dan program baru guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.Cukup untuk mengingat bahwa suatu program yang berhasil meminta rencana yang dibuat dengan sangat baik yang mengintregrasikan muatan, metode, sumber daya, implementasi dan evaluasi.Di bawah ini daftaruntuk perencanaan yang efektif yang diadopsi dari Gysbers (2000).
·    Sumber daya konseling – menentukan berapa banyak yang dibutuhkan dan menjamin ketersediaannya.
·    Sumber daya lainnya yang mungkin – menentukan apa yang tersedia.
·    Metode-metode pemberian program yang mungkin – merencanakan bagaimana melakukannya secara efektif.
·    Deskripsi program – menyatukannya dalam sebuah rencana.
·    Desain perkembangan staff – memberikan keterampilan dan pengetahuan seperti yang dibutuhkan.
·    Promosi program – memotivasi para anggota tim dan memberitahu komunitas sekolah lainnya tentang program tersebut.
·    Evaluasi yang berkelanjutan – terus dan terus meninjau dan memperbarui.

MEMIMPIN TIM BIMBINGAN
Karena tidak ada siapapun yang bisa menjadi ahli dalam semua aspek bimbingan dan konseling, maka kerja tim sangat krusial bagi implementasi efektif program bimbingan dan konseling yang komprehensif. Banyak usaha para anggota individu dan tim sebagai satu kesatuan diminta untuk mengembangkan dan mengimplementasikan keseluruhan kegiatan yang mencakup bimbingan kelompok perkembangan, pendidikan nilai, bimbingan karir, pendidikan seks dan konseling perorangan maupun kelompok. Hamblin (1989) mengingatkan kita bahwa “sebuah tim menyatakan secara implisit keberadaan kepemimpinan, pembagian tugas, komunikasi dan kerjasama.” Kerja tim yang bagus tidak terjadi begitu saja; tetapi perlu dikembangkan dan dikelola. Kerja tim juga harus didasarkan pada suatu pemahaman tentang motivasi para kolega yang berpartisipasi dalam tim tersebut. Bell dan Maher (1986) mendeskripsikan kerja tim sebagai situasi dimana “para individu dengan keterampilan, pengalaman dan tanggung jawab mereka sendiri sebagaimana juga tingkat komitmen, perhatian personal, tekanan dan pengaruh, bekerja bersama demi tujuan bersama, dibimbing oleh seorang pemimpin tim yang menerima seluruh tanggung jawab perkembangan tim, maksud tim dan standar-standar yang ditetapkan serta hasil-hasil yang dicapainya.” Dalam memimpin sebuah tim bimbingan, tiga aspek paling penting adalah team building(pembentukan tim), me-manageperan leadership dan resolusi konflik.

Team Building Yang Efektif
Dengan manajemen yang seksama, sebuah tim bisa memenuhi maksud dan tujuannya, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan berhasil disamping pengalaman kerja tim memberikan kepuasan bagi seluruh anggota tim. Bell dan Maher (1986) mengidentifikasi empat faktor komplementer yang memberikan kontribusi bagi team building yang efektif.

·         Individu
Setiap anggota membawa ke dalam tim kekuatan dan kebutuhan mereka – kebutuhan untuk terlibat, kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan dan pertemanan. Pemimpin tim harus mengidentifikasi banyak kebutuhan ini dan melihat apakah mereka dipenuhi melalui proses kelompok. Dia juga perlu mengukur tingkat komitmen setiap anggota tim. Jika para anggota memiliki tingkat komitmen tinggi, mereka lebih mungkin terlibat dalam tugas-tugas kelompok. Hal ini pada gilirannya akanmenyatukan dan memperkuat tim tersebut.
·         Tugas
Dalam manajemen tim yang bagus, pemimpin tim bukan hanya mampu mengidentifikasi, mendefinisikan dan mengkomunikasikan sifat tugas kepada para anggota tim, tetapi dia juga memiliki fleksibilitas mendefinisikan ulang banyak tugas dan mendorong timnya merealokasikan tanggung jawab dan sumber daya ketika dibutuhkan.
·         Tim
Pemimpin timperlu memelihara integritas tim dengan cara mendorongkan komunikasi dua arah terbuka dan kerjasama di dalam tim. Ketika ketidaksepakatan muncul, pemimpin tim perlu mengeskplorasi penyebab-penyebabnya dan mengukur dalam manajemen konflik yang bersifat membangun.
·         Pemimpin
Harus diakui bahwa peran leadership (kepemimpinan) bisa berubah dikarenakan sifat perubahan kegiatan tim. Bermacam kemampuan manajemen diminta dari seorang pemimpin tim dalam berbagai macam situasi. Dengan demikian, kepemimpinan tim haruslah fleksibel, berdasarkan pada pemahaman tentang apa yang akan dicapai dalam suatu situasi khusus. Bagaimana tim mengetahui bahwa mereka telah dicapai? Johnson & Johnson (2000) mendeskripsikan karakteristik berikut ini untuk tim yang efektif.
§  Tujuan tim dipahami dengan jelas dan dianut oleh seluruh anggota tim.
§  Komunikasi di dalam kelompok bersifat terbuka dan dua arah, dan ekspresi akurat ide dan perasaan ditekankan.
§  Partisipasi dan kepemimpinan didistribusikan di antara seluruh anggota kelompok. Pencapaian gol, pemeliharaan internal dan perubahan-perubahan terkait perkembangan ditegaskan.
§  Prosedur-prosedur pengambilan keputusan disesuaikan dengan tiap situasi. Bermacam metode digunakan pada bermacam hal. Keterlibatan anggota dan diskusi kelompok didorongkan. Konsesus dicari untuk keputusan-keputusan penting.
§  Kontroversi dan konflik dipandang sebagai kunci positif bagi keterlibatan para anggota dan sebuah proses alami perkembangan tim.
§  Walaupun individualitas disahkan dan aktualisasi diri didorongkan, efektivitas personal juga ditekankan. Kohesi (kepaduan) didahulukan melalui tingkat tinggi inklusi, afeksi, penerimaan, dukungan dan rasa percaya.
§  Penyelesaian masalah biasanya merupakan sebuah proses tim dan sangat efektif.

Me-manage peran kepemimpinan
            Berbagai macam teori telah dikembangkan terkait dengan manajemen peran kepemimpinan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Ohio State University, Hersey dan Blanchard (1977) mengembangkan teori kepemimpinan situasional. Mereka percaya bahwa peran kepemimpinan bisa berubah dikarenakan sifat perubahan kegiatan tim.
Hersey dan Blanchard mengklasifikasikan banyak kegiatan para pemimpin tim menjadi dua dimensi behavioral berbeda – perilaku-perilaku tugas dan perilaku-perilaku hubungan. Perilaku-perilaku tugas biasa meliputi pemimpin tim memberikan instruksi-instruksi melalui komunikasi satu-arah, semacam pendekatan atas-bawah. Perilaku-perilaku hubungan terjadi ketika pemimpin terlibat dalam komunikasi dua arah dan memberikan dukungan emosional untuk memfasilitasi para anggota tim. Walaupun beberapa pemimpin berfokus hanya pada perilaku-perilaku tugas, banyak lainnya berkonsentrasi pada menyediakan dukungan emosional melalui pengembangan hubungan.Lebih sering daripada tidak, para pemimpin terlibat dalam kedua pendekatan tersebut, tergantung pada situasinya. Mengembangkan teori kepemimpinan situasional, Hamblin (1989) mengemukakan bahwa seorang pemimpin tim bisa memilih salah satu dari empat gaya kepemimpinan.
·   Memberitahu (Telling)
Gaya ini memberikan tingginya pengarahan dan dukungan yang rendah. Mungkin perlu mengadopsi pendekatan ini ketika para anggota tim kurang memiliki niat, kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dan hanya memiliki sedikit kepercayaan diri dalam melaksanakan tanggung jawab.
·   Mengajari (teaching)
Gaya ini memberikan pengarahan tinggi dan dukungan tinggi.Gaya ini ditemukan berguna ketika para anggota tim tidak mampu dan tidak memiliki kemauan dan membutuhkan instruksi-instruksi khusus dan pengawasan seksama supaya menyelesaikan tugas mereka.
·   Mendukung (supporting)
Gaya ini dikarakterisasikan dengan rendahnya pengarahan dan tingginya dukungan. Gaya ini diindikasikan ketika para anggota timmampu dan memiliki niat tetapi kurang memiliki kepercayaan diri. Mereka bisa mencapai lebih banyak ketika pemimpin memperlihatkan minat/ketertarikan dan memberikan dukungan.
·   Mendelegasikan (delegating)
Gaya ini memberikan hanya sedikit pengarahan dan dukungan rendah karena para anggota tim diberikan otonomi untuk mengatur tugas-tugasnya sendiri. Pendekatan ini tepat ketika para anggota tim adalah kompeten, berkemauan dan memiliki kepercayaan diri.

Gaya kepemimpinan lainnya yang tepat untuk memimpin sebuah tim bimbingan dan konseling adalah “servant leadership”, sebuah ide yang pertama kali muncul pada tahun 1070an  tetapi telah tumbuh menjadi teori yang sangat berpengaruh dalam bidang manajemen beberapa tahun terakhir ini. Menurut Greenleaf, yang pertama kali mengembangkan konsep servant leadership, kepemimpinan sejati muncul dari mereka dimana motivasi utama mereka adalah keinginan mendalam untuk melayani dan membantu orang lain. Jadi Para individu menjadi pemimpin bukan karena posisi, wewenang atau ciri/sifat.Mereka dipilih dan diterima sebagai pemimpin karena mereka sudah terbukti dan terpercaya sebagai servant (abdi/pelayan).Filosofi di belakang konsep kepemimpinan ini sangat sesuai dengan landasan-landasan teoritis bimbingan dan konseling – untuk memberdayakan orang yang anda layani dan membantu mereka mencapai aktualisasi diri.
Greenleaf (1998) mendeskripsikan 10 karakteristik servant-leader sebagai berikut:
·   Mendengarkan
Servant-leader berusaha mengidentfikasi keinginan kelompok dan membantu mengklarifikasi kemauan tersebut. Dia melakukannya dengan cara mendengarkan para anggota tim secara seksama dan merefleksikan ide-ide dan perasaan-perasaan yang diekspresikan.

·   Empati
Servant-leaderberusaha memahami dan berempati pada para anggota timnya.
·   Menyembuhkan
Salah satu kelebihan servant leadershipadalah potensi menyembuhkan diri sendiri dan juga orang lain. Servant-leader ini mengasuh dan memberdayakan para anggota timnya dan membantu membuat “utuh” mereka yang berhubungan dengannya.Greenleaf (1970) percaya bahwa ujian terbaik bagi servantleadershipadalah apakah orang-orang yang mereka layani tumbuh menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih bebas, lebih memiliki otonomi dan lebih mungkin juga menjadi servant.
·   Kesadaran
Kesadaran umum, khususnya kesadaran diri, memperkuat servant-leader.Dengan mengetahui kelebihandan kelemahan diri mereka maka memungkinkan servant-leader melayani orang lain dengan lebih baik.
·   Persuasi
Servant-leaderbergantung pada persuasi untuk memotivasi para anggota timnya daripada pada koersi atau manipulasi berdasarkan wewenang posisinya.
·   Konseptualisasi
Servant-leader mengasuh para anggota timnya kemampuan untuk “bermimpi tentang mimpi-mimpi besar”.Dia juga memiliki kemampuan melihat suatu masalah dari sebuah perspektif konseptualisasi, melihat di luar kenyataan sehari-hari.
·   Tinjauan ke masa depan
Menurut Greenleaf, tinjauan ke masa depan membantu membantu servant-leader untuk memahami banyak pelajaran dari masa lalu, kenyataan-kenyataan di masa sekarang dan kemungkinan konsekuensi suatu keputusan di masa mendatang.
·   Stewardship (pekerjaan mengurus)
Servant leadership, seperti stewardship, mengasumsikan sebuah komitmen paling utama pada melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain. Seperti Greenleaf sendiri mengemukakannya, “seorang servant-leaderpertama-tama harus menjadi pelayan.Ini dimulai dengan perasaan alami bahwa seseorang ingin melayani.Kemudian pilihan secara sadar membawa seseorang terinspirasi untuk memimpin” (Greenleaf, 1970).

·   Komitmen
Servant-leaderpercaya bahwa banyak orang memiliki sebuah nilai intrinsik di luar kontribusi-kontribusi nyata mereka dalam peran-peran apapun yang diberikan/ditugaskan kepada mereka (pelajar, guru, dll).Karena itu, dia sangat berkomitmen pada pertumbuhan setiap dan masing-masing individu dalam timnya.Dia melakukan segalanya dengan kekuasaannya untuk mengasuh pertumbuhan personal dan profesional rekan-rekan kerjanya.
·   Membangun Masyarakat
Servant-leaderberusaha membangun suatu masyarakat yang peduli, menanmkan kepada para rekan kerjanya dalam rasa/kesadaran memiliki dan dimiliki.Konsep ini merupakan kerabat pendekatan “whole school (sekolah sebagai satu kesatuan)” untuk bimbingan dan konseling dengan sebuah penekanan pada mengembangkan suatu komunitas/masyarakat yang peduling di sekolah.

Mengatasi Penolakan dan Resulosi Konflik
Dalam memimpin tim bimbingan, tak bisa dihindarkan bahwa terkadang pemimpin akan menemui banyak masalah. Masalah tersebut bisa terkait dengan dinamika kelompok, ketika para anggota kelompok bertindak lambat dengan alasan untuk menghindari dan menolak perubahan.Penolakan tersebut bisa realistik ataupun tidak realistis.Yang pertama didasarkan pada kesulitan-kesulitan yang ada, yang kedua berdasarkan pada banyak ketegangan dan kesulitan-kesulitan yang diduga.Seorang pemimpin yang efektif akan berusaha memahami penolakan para anggota timnya dengan cara menanyakan kepada dirinya sendiri pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
·   Apakah perilaku ini merupakan hasil kurangnya pengetahuan?
·   Apakah ini kesalahpahaman tentang dasar pemikiran perubahan-perubahan yang diusulkan tersebut?
·   Apakah respon biasa/negatifdari seorang anggota yang tak terlibat tentang hampir segala hal?

Terkadang, penolakan tersebut merupakan sebuah reaksi dikarenakan perasaan tidak aman ketika individu merasa terancam atau tidak merasa mampu menghadapi tugas-tugas baru.Terkadang juga, “permainan-permainan” dimainkan, misalnya ketika individu nampak kooperatif tetapi bersifat menangguh-nagguhkan dengan alasan-alasan “yang bagus”.Hanya ketika pemimpin tim memahami alasan-alasansebenarnya di balik penolakan tersebut maka masalah tersebut bisa ditangani dengan tepat.
Bell dan Maher (1986) mengemukakan bahwa “penolakan terhadap perubahan bisa diperkecil, tetapi tidak pernah bisa dihapuskan, dengan cara keterlibatan, komunikasi, kesadaran dan sifat proses perubahan itu sendiri.” Dengan melibatkan seluruh individu yang terpengaruh oleh perubahan akan memberi mereka sebuah dasar pemahaman apa yang sedang terjadi dan kesempatan untuk mempengaruhi perubahan tersebut. Kesadaran keterlibatan ini akan menghasilkan pada diri mereka suatu rasa kepemilikan, dan sesudah itu sebuah komitmen kuat terhadap perubahan tersebut. Keterlibatan juga menciptakan suata kesadaran akan masalah, kesempatan dan intensi terkait dengan perubahan tersebut. Ketika orang-orang tahu kenapa sebuah perubahan diperkenalkan dan manfaat apa yang mungkin dihasilkannya, mereka menjadi kurang bersikap menolak perubahan tersebut.
Tantangan lainnya yang dihadapi pemimpin tim adalah resolusi konflik (penyelesaian konflik). Karena bermacam anggota kelompok bisa memiliki bermacam kebutuhan, minat, nilai dan gol personal, perbedaan-perbedaan ini bisa menyebabkan konflik di dalam tim (Baron & Paulus, 1991). Banyak konflik tidak selalu bisa dihindari tetapi mereka bisa diselesaikan dalam sebuah cara membangun. Langkah pertama adalah membantu para anggota menjadi sadar akan adanya konflik. Ini bisa dilakukan dalam sebuah cara yang tidak bersifat mengancam. Daripada mempresentasikan konflik sebagai pandangan-pandangan yang berlawanan, tetapi lebih membantu pihak-pihak terkait melihat konflik sebagai masalah bersama yang harus dipecahkan, bukan sebagai pertempuran menang-kalah yang harus dimenangkan.Mendorong keduabelah pihak untuk memverbalkan perasaan-perasaan mereka, menyuarakan pandangan-pandangan mereka dan saling mendengarkan.
Johnson dan Johnson (1971) mengemukakan bahwa dalam manajemen konflik, penggunaan cakap pembalikan peran bisa membantu meningkatkan perilaku kooperatif di antara dua pihak yang berlawanan, mengklarifikasi kesalahpahaman dan meningkatkan pemahaman tentang posisi masing-masing. Setelah pihak-pihak yang bertentangan siap mengkomunikasikan maksud-maksud kooperatif dan menjadi lebih berkemauan berusaha saling melihat perspektif masing-masing, pemimpin kemudian bisa mendaftar (mendapat) bantuan mereka dalam mendefinisikan masalah dan brainstorming ide-ide untuk menyelesaikan konflik tersebut, memilih solusi terbaik, mengimplementasikannya dan mengevaluasi efektivitasnya. Jika pemimpin berhasil dalam melibatkan pihak-pihak yang bertentangan dalam pemecahan masalah bersama, dia akan harus merubah konflik menang-kalah menjadi win-win solution.

EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH-SEKOLAH

Tujuan Evaluasi
Supaya manajemen bimbingan dan konseling yang efektif, evalusai harus menjadi bagian penting dalam proses implementasi. Apakah tujuan evaluasi? Evaluasi program bimbingan dan konseling merupakan bagian dari proses akuntabilitas sekolah kepada para stakeholdernya, dalam hal ini, para siswa, keluarga mereka dan publik. Evaluasi juga bisa menjadi bagian proses organisasional sekolah untuk mendapatkan feedback(umpan balik) tentang prestasi/kinerjanya dengan tujuan lebih meningkatkannya.Asumsinya adalah bahwa evaluasi formatif maupun sumatif bisa memberikan feedback untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan efektivitas program tersebut.
Terdapat lebih dari satu sumber darimana feedback bisa diperoleh.Feedback bisa diperoleh dari pengguna akhir program bimbingan dan konseling, siswa sendiri dan orangtua mereka.Feedback juga bisa diperoleh dari evaluasi diri para pemberi layanan tersebut – para anggota tim bimbingan. Kadang, adalah tepat untuk memiliki pihak ketiga obyektif seperti seorang evaluator eksternal untuk mengevaluasi program tersebut dan memberikan feedback.Lebih sering daripada tidak, sebuah kombinasi ketiga pendekatan ini digunakan.

Pendekatan Evaluasi
Biasanya tiga pendekatan digunakan dalam evaluasi program.
·    Model Obyektif
Model ini dimulai dengan merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang diharapkan dicapai program tersebut.Evaluasi dilakukan dengan cara mengukur hasil yang dibandingkan dengan tujuan-tujuan ini. Oleh karena itu, bersifat retrospektif dan sumatif.Pendekatan ini memiliki keterbatasan. Pertama, menempatkan evaluasi di bagian akhir yang sering berarti terlalu terlambat untuk mempengaruhi apa yang telah terjadi. Kedua, pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa tujuan bisa dikemukakan dalam bentuk-bentuk yang bisa diamati dan diukur.Dalam kenyataannya, hasil-hasil dari program bimbingan dan konseling tidak selalu bisa dilihat dan bisa diukur, misalnya: perubahan perilaku dan pemerolehan nilai moral baru. Ketiga, pendekatan dalam evaluasi ini mengasumsikan tujuan program bimbingan dan konseling yang mungkin perlu dimodifikasi dari waktu ke waktu dikarenakan kebutuhan para pemakai akhirnya yang juga berubah dari waktu ke waktu.
·    Model Proses
Dalam pendekatan ini, evaluasi berfokus pada proses implementasi program, menyoroti apa yang sedang terjadi di banyak situasi pembelajaran dan proses memberikan bantuan. Dengan kata lain, evaluasi sendiri adalah sebuah proses yang berkelanjutan dan iluminatif. Satu kelemahan pendekatan ini adalah interpretasi proses bisa menjadi subyektif. Kekurangan lainnya adalah hasil-hasilnya bisa diabaikan ketiak evaluasinya berfokus hanya pada proses.
·    Model Riset dan Pengembangan
Dalam model ini, pengembangan program meliputi penelitian tindakan yang pada gilirannya memberikan informasi, meningkatkan dan melakukan inovasi perkembangan dan kemajuan proses.Ketika dikembangkan, program bimbingan dan konseling juga diuji, direvisi dan diadaptasi selama implementasi.Evaluasi ini bersifat berkelanjutan, prospektif dan formatif, dan didukung oleh komitmen terhadap penyaringan terus-menerus pekerjaan/tugas yang dilakukan.Sama seperti halnya dengan model proses, berfokus pada proses implementasibisa memberikan hasil-hasil yang terlalu mengabaikan. Beberapa pendidik juga keberatan menggunakan model R&D (Research and Development) pada dasar bahwa salah untuk bereksperimen dengan kesejahteraan murid.

Walaupun terdapat kekurangan dari ketiga model tersebut, mereka semua memiliki tempat dalam evaluasi banyak program bimbingan dan konseling yang meminta beberapa evaluasi sumatif (apakah target-target kita tercapai?), beberapa evaluasi iluminatif (proses-proses apa yang sedang berlangsung di dalam ruang kelas kita?) dan juga evaluasi formatif (bagaimana kita harus merubah apa yang harus kita lakukan dari sudut pandang apa yang sedang terjadi sekarang?).

Aspek-Aspek Apakah dalam Bimbingan dan Konseling yang Harus Dievaluasi?
Pertimbangan penting selanjutnya adalah aspek-aspek manakah dalam program bimbingan dan konseling yang harus dievaluasi.McGuiness (1980, 1989) mengidentifikasi lima bidang luas yang harus menjadi fokus evaluasi.
·    Dalam bidang kurikulum,evaluasi bisa berfokus pada derajat integrasi antara kurikulum BK dengan kurikulum akademik. Apakah program BK berintegrasi dengan kurikulum lebih luas?
·    Berfokus pada para siswa per individu, perhatiannya adalah bagaimana data tentang siswa dikumpulkan dan digunakan. Apakah sistem pencatatan tersebut diorganisir dengan baik dan ditinjau secara sistematis?
·    Terkait dengan staff, penting untuk menilai sikap mereka terhadap program BK, deskripsi dan distribusi tanggung jawab, kompetensi dan keterampilan serta ketersediaan pelatihan mereka.
·    Terkait partisipasi orangtua, terdapat kebutuhan mengevaluasi tingkat dimana orangtua bisa ikut serta dalam program BK di sekolah dan seberapa efektif sekolah dalam menjangkau mereka.
·    Dalam bidang kolaborasi dengan lembaga-lembaga di luar sekolah, fokus evaluasi bisa menjadi pada memastikan serangkaian sumberdaya yang tersedia dan apakah sekolah harus membuat usaha-usaha yang tepat untuk menyadap sumberdaya tersebut dalam usaha bersama guna melayani para siswa dan keluarga mereka

McGuiness menekankan bahwa informasi yang dikumpulkan tentang lima bidang ini akan memberikan wawasan berguna tentang kelebihan dan kelemahan program BK, sehingga sebuah rencana tindakan bisa dikembangkan dan diimplementasikan.
Sebagai salah satu maksud dasar bimbingan sekolah adalah untuk menciptakan komunitas sekolah yang peduli dimana semua anggotanya merasa “diperhatikan/dipedulikan” dan “dinilai/dihargai”, mungkin satu lainnya adalah mengevaluasi iklim emosional di sekolah atau etos sekolah. Tetapi apa yang kita evaluasi dengan tujuan menemukan apakah etos-etos sekolah memungkinkan setiap orang merasa aman? Kegiatan-kegiatan apa yang perlu dievaluasi untuk menentukan seberapa efektif suatu sekolah mengembangkan para siswanya? Jika model obyektif lebih disukai, banyak sekolah bisa memiliki untuk mengevaluasi hasil-hasil kognitif pendidikan sekolah seperti prestasi ujian, masuk ke pendidikan lebih tinggi atau langsung bekerja dan masuk ke dalam pasar kerja.Sekolah juga bisa mengukur hasil-hasil non-kognitif seperti rasa penghargaan diri para siswa, lazimnya (meratanya) tingkat membolos dan vandalisme dan derajat keterlibatan siswa dalam pelayanan masyarakat.
Jika model proses adalah pendekatan yang lebih disukai, sekolah bisa memilih meneliti banyak pengalaman dimana para siswa diekspos melalui usaha BK. Mereka mungkin ingin mengetahui apa yang dirasakan para siswa ketika mereka berpartisipasi dalam bermacam kegiatan bimbingan kelompok dan apa yang mereka rasakan/pahami dari hubungan guru-murid dan hubungan murid-dengan-murid. Mereka juga menilai bagaimana pencatatan dan pelaporan dilakukan dan bagaimana hubungan rumah-sekolah di-manage. Banyak sekolah mungkin memilih mengkaji apa yang diistilah Hamblin (1978) sebagai “critical incidents” seperti program pelantikan siswa baru, menugaskan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah, penggunaan prosedur-prosedur rujukan dan disipliner, persiapan ujian, memberikan latihan atau bahkan peristiwa-peristiwa khusus terkait penindasan dan tekanan dari teman.Terakhir, alokasi waktu staff dan keuangan bagi program BK merefleksikan pengakuan dan dukungan yang diberikan bagi pendidikan afektif di sekolah (Bulman & Jenkins, 1988).

Siapakah yang Harus Melakukan Evaluasi?
Beberapa penulis dalam bidang ini melihat evaluasi program sebagai fungsi para prefesional spesialis yang mampu mengkaji banyak isu/persoalan dengan sifat tidak memihak mereka yang berada di luar organisasi.Meskipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, penekanan ini telah bergeser pada evaluasi internal atau evaluasi berbasis sekolah yang dilakukan oleh para anggota staff pengajar.Para guru berada dalam posisi yang diuntungkan untuk melakukan evaluasi, khususnya demi tujuan memberikan feedback dan lebih meningkatkan efektivitas individual dan organisasional. Dalam contoh pertama, guru mungkin mengidentifikasi lebih dekat/seksama dengan cara evaluasi jika ini dilakukan oleh para kolega dan melihatnya kurang mengancam otonomi profesional mereka. Sejak tujuan evaluasi adalah untuk memberikan feedback guna lebih meningkatkan praktek dan ketetapan program BK, maka guru yang terlibat dalam proses tersebut harus mengangkat penerimaan lebih besar perlunya dilakukan tindakan. Pendekatan lainnya adalah campuran evaluator internal dan eksternal untuk menemukan sebuah keseimbangan antara obyektivitas dan subyektivitas.

Bagaimana Evaluasi Seharusnya Dilakukan?
Biasanya, siklus evaluasi program meliputi beberapa langkah berikut ini, yang juga diilustrasikand alam Figure 9.1.
·    Initiation (Inisiasi)
Langkah ini meliputi klarifikasi tujuan evaluasi dan identifikasi banyak persoalan yang akan dikaji dan dinilai.

·    Planning (Perencanaan)
Perencanaan meliputi penunjukan sebuah tim evaluasi sebagaimana juga desain dan pemilihan teknik-teknik evaluasi.
·    Enquiring (penyelidikan)
Langkah ini meliputi pengumpulan data dan analisa data yang sudah dikumpulkan tersebut.
·    Pelaporan
Setelah menganalisa data, penemuan-penemuannya disusun dalam sebuah laporan yang harus disajikan secara verbal atau dalam bentuk tertulis.
·    Tindakan
Sebagai gol utama evaluasi adalah untuk mendapatkan feedback guna lebih meningkatkan praktek, maka langkah logis selanjutnya adalah mengambil tindakan-tindakan yang tepat berdasarkan penemuan-penemuan di atas untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dibuat dan untuk meningkatkan aspek-aspek positif program bimbingan dan konseling.
·    Review
Untuk melengkapi siklus evaluasi, para anggota tim harus berefleksi pada praktek-praktek baru dan membuat revisi ketika dan jika diperlukan.

Clement dan Pearce (1986) menekankan bahwa supaya evaluasi bisa diterima oleh semua pihak terkait, maka harus dilakukan dalam atmosfer kepercayaan dan kerjasama profesional, dikarakterisasikan oleh fleksibilitas pendekatan dan perhatian tentang pengaruh-pengaruhnya bagi para peserta.Evaluasi harus dipresentasikan sebagai bagian proses normal organisasi sekolah dan dipandang sebagai suatu kegiatan dalam kepentingan sekolah dan komunitasnya.Perhatian harus diberikan untuk menjamin bahwa teknik-teknik pengumpulan data adalah wajar, komprehensif dan valid.Terakhir, untuk mendapatkan manfaat penuh dari praktek evaluasi, penemuan-penemuan dan hasil-hasilnya harus dipresentasikan dalam sebuah cara yang bisa dipahami dan bisa dikomunikasikan kepada komunitas sekolah.






KESIMPULAN
Pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah di Singapura telah membuat kemajuan luar biasa dalam rentang jangka pendek 15 tahun. Ini dimulai pada tahun 1988 ketika Kementrian Pendidikan mengundang 17 sekolah menengah pertama untuk ambil bagian dalam proyek rintisan guna merencanakan dan mengimplementasikan program-program Pastoral Care and Career Guidance (PCCG). Pada tahun 1998, semua sekolah telah memiliki beberapa bentuk program bimbingan dan konseling yang diberlakukan walaupun dalam beberapa contoh, banyak kegiatan ini masih dipandang sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang harus dilaksanakan di luar waktu kurikulum.Seputar waktu inilah bahwa perjanjian resmi Kepala Pastoral Care and Career Guidance (PCCG) telah diperkenalkan kepada semua sekolah.Ini adalah sebuah gerakan signifikan, sebuah tanda bahwa pihak berwenang memberikan pengakuan resmi bagi pentingnya pendidikan afektif.Bimbingan dan konseling pada akhirnya mendapatkan sebuah tempat sah dalam kurikulum sekolah dan banyak kepala departemen ditunjuk untuk menginisiatifkan dan mengawasi implementasi kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling di banyak sekolah.Bab ini, mencakup perencanaan, implementasi dan evaluasi program-program bimbingan dan konseling, diharapkan bisa menjadi sebuah referensi bermanfaat dan mudah bagi semua guru yang mengampu posisi-posisi kepemimpinan dalam bimbingan dan konseling di banyak sekolah.

Daftar Bacaan:
Bahan Kuliah Bimbingan Konseling

XXIV INQUIRY



MATERI INQUIRI :)
Apa tujuannya?

Digunakan sebagai alat pengajaran, studi kasus adalah alat untuk melibatkan mahasiswa dalam penelitian dan diskusi reflektif. Berpikir yang lebih tinggi dianjurkan. Solusi untuk kasus mungkin ambigu dan memfasilitasi pemecahan masalah secara kreatif ditambah dengan penerapan keterampilan yang diperoleh sebelumnya. Mereka adalah alat yang efektif untuk mengarahkan siswa untuk menerapkan keterampilan praktis dan pemahaman. Seorang pendukung penggunaan kasus, Prof John Boehrer, menyatakan bahwa kasus bergerak "banyak tanggung jawab untuk belajar dari guru ke siswa, yang berperan, sebagai hasilnya, bergeser jauh dari penyerapan pasif terhadap pembangunan aktif" Siswa belajar untuk mengidentifikasi menggambarkan antara faktor-faktor kritis dan asing dan mengembangkan solusi realistis untuk problems. Bagi para guru, ia menawarkan kesempatan untuk memberikan instruksi saat melakukan evaluasi formatif...

Bagaimana cara melakukannya?

Studi kasus adalah yang paling cocok untuk kurikulum dimana siswa akan mendapat manfaat dari penerapan fakta pelajari ke dalam situasi dunia nyata. Hal ini terutama berguna di mana situasi yang kompleks dan solusi yang pasti. Kasus dapat menjadi dasar untuk diskusi kelas atau sebagai proyek bagi individu atau kelompok kecil. Sebuah kasus tunggal dapat disajikan kepada beberapa kelompok dengan harapan masing-masing solusi kelompok dipresentasikan pada tanggal tertentu. Atau skenario dapat disajikan sebagai batu loncatan untuk diskusi.

InQuiri..

inquiri memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengalami dan memperoleh proses melalui mana mereka dapat mengumpulkan informasi tentang dunia. Ini memerlukan tingkat tinggi interaksi antara peserta didik, guru, bidang studi, sumber daya tersedia, dan lingkungan belajar. Siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena mereka:
* Bertindak berdasarkan rasa ingin tahu dan minat;
     * Mengembangkan pertanyaan;
     * Berpikir dengan cara mereka melalui kontroversi atau dilema;
       melihat masalah secara analitis;
     * Menyelidiki prasangka mereka dan apa yang mereka sudah tahu;
     * Mengembangkan, memperjelas, dan hipotesis uji, dan,
     * Menarik kesimpulan dan menghasilkan solusi yang mungkin.

Tanya adalah jantung dari pembelajaran penyelidikan. Siswa harus mengajukan pertanyaan yang relevan dan mengembangkan cara untuk mencari jawaban dan menghasilkan penjelasan. Penekanannya ada pada proses berpikir karena ini berlaku untuk interaksi mahasiswa dengan masalah, data, topik, konsep, bahan, dan masalah.
Berpikir divergen didorong dan dibina sebagai mahasiswa mengakui bahwa pertanyaan yang sering memiliki lebih dari satu "baik" atau "benar" menjawab. Pemikiran semacam itu memimpin dalam banyak hal untuk elaborasi dari pertanyaan lebih lanjut. Dengan cara ini siswa datang ke realisasi bahwa pengetahuan tidak mungkin tetap dan permanen tetapi mungkin tentatif, muncul, dan terbuka untuk pertanyaan dan hipotesis alternatif.


inquiri deduktif

Fokus dalam penyelidikan deduktif pada siswa bergerak dari prinsip umum untuk kasus tertentu yang dapat dimasukkan secara logis dalam generalisasi. Proses pengujian asumsi umum, menerapkannya, dan mengeksplorasi hubungan antara, elemen khusus ditekankan. Guru mengkoordinasikan informasi dan menyajikan prinsip-prinsip penting, tema, atau hipotesis. Siswa secara aktif terlibat dalam pengujian generalisasi, mengumpulkan informasi, dan menerapkannya pada contoh-contoh spesifik. Permintaan deduktif didasarkan pada asimilasi logis dan pengolahan informasi..........

induktif  inQuiri
Proses informasi-seeking dari metode inkuiri induktif membantu siswa untuk membangun fakta, menentukan pertanyaan yang relevan, mengembangkan cara-cara untuk mengejar pertanyaan-pertanyaan ini, dan membangun penjelasan. Siswa diundang untuk mengembangkan dan mendukung hipotesis mereka sendiri.

Melalui penyelidikan induktif, siswa mengalami proses berpikir yang mengharuskan mereka untuk bergerak dari fakta-fakta spesifik dan pengamatan ke kesimpulan. Untuk membantu siswa mencapai hal ini, guru memilih satu set peristiwa atau bahan untuk pelajaran. Mahasiswa bereaksi dan mencoba untuk membangun sebuah pola yang bermakna berdasarkan pengamatan pribadi dan pengamatan orang lain. Siswa umumnya memiliki semacam kerangka teoritis ketika mereka mulai penyelidikan induktif. Guru mendorong siswa untuk berbagi pemikiran mereka sehingga seluruh kelas bisa mendapatkan keuntungan dari wawasan individu.

Apa Diskusi Reflektif?

Diskusi reflektif mendorong siswa untuk berpikir dan berbicara tentang apa yang mereka telah mengamati, mendengar atau membaca. Guru atau siswa memulai diskusi dengan menanyakan pertanyaan yang menuntut siswa untuk merenungkan dan menafsirkan film, pengalaman, membaca atau mencatat cerita, atau ilustrasi. Seperti pertanyaan mahasiswa dan menciptakan informasi dan peristiwa dalam film atau cerita, mereka memperjelas pikiran dan perasaan mereka. Pertanyaan yang diajukan harus mendorong siswa untuk mengaitkan isi cerita pengalaman hidup dan kisah-kisah lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan menimbulkan interpretasi pribadi dan perasaan. Interpretasi akan bervariasi, tetapi varians tersebut menunjukkan bahwa perbedaan pendapat adalah berharga.

Apa tujuannya?

-    menggunakan pertanyaan untuk merangsang refleksi dan memperluas pemahaman
 
=   untuk menantang pemikiran siswa dengan mengundang mereka untuk menafsirkan, menyimpulkan, meringkas, membentuk kesimpulan dan mengevaluasi pilihan
   
-  untuk memperpanjang tanggapan pribadi dengan mempertimbangkan pandangan orang lain
  
-   untuk berbagi pemikiran pribadi, perasaan dan gambar yang ditimbulkan oleh pilihan literatur, film, ilustrasi dan pengalaman

Bagaimana cara melakukannya?

 -    Menimbulkan pertanyaan untuk memulai diskusi.
  -  Pertanyaan ini harus menjadi pertanyaan inferensial atau terbuka yang tidak ada jawaban yang benar.
-    Pertanyaan ini harus mengharuskan mahasiswa untuk membuat kesimpulan atau asumsi, atau untuk menafsirkan apa yang mereka telah mengamati, mendengar atau membaca.
-    Pertanyaan pertama harus mengungkapkan pemahaman siswa dari pesan, tema utama atau tujuan seleksi.
-     Pertanyaan tambahan yang diajukan oleh guru dan siswa harus berfungsi untuk memperjelas dan memperluas interpretasi pribadi.
 -   Diskusi harus mendorong siswa untuk menghubungkan peristiwa dan karakter untuk pilihan lain dan pengalaman hidup.
-    Hasil pertanyaan, keluhan atau masalah dapat diselesaikan dengan membaca ulang bagian-bagian atau melihat film untuk kedua kalinya.

Apa Peta Konsep?

Sebuah peta konsep adalah bentuk khusus dari diagram web untuk mengeksplorasi pengetahuan dan mengumpulkan dan berbagi informasi. Konsep pemetaan adalah strategi yang digunakan untuk mengembangkan peta konsep. Sebuah peta konsep terdiri dari kelenjar atau sel yang berisi konsep, item atau pertanyaan dan link. Link yang diberi label dan menunjukkan arah dengan simbol panah. Link berlabel menjelaskan hubungan antara node. Panah menggambarkan arah hubungan dan dibaca seperti kalimat.

Apa tujuannya?

Konsep peta dapat digunakan untuk:

     * Mengembangkan pemahaman tentang tubuh pengetahuan.
     * Jelajahi informasi baru dan hubungan.
     * Akses pengetahuan sebelumnya.
     * Kumpulkan pengetahuan baru dan informasi.
     * Berbagi pengetahuan dan informasi yang dihasilkan.
     * Desain struktur atau proses seperti dokumen tertulis, konstruksi, situs web, pencarian web, presentasi multimedia.
     * Masalah memecahkan pilihan.......

Bagaimana saya bisa melakukannya?

    1. memilih
           * Fokus pada tema dan kemudian mengidentifikasi kata-kata kunci yang terkait atau frase.
    2. rank
           * Rank konsep (kata kunci) dari yang paling abstrak dan inklusif ke yang paling konkret dan spesifik.
    3. kelompok
           *
klompok konsep yang berfungsi pada tingkat yang sama abstraksi dan mereka yang saling berhubungan erat.
    4. mengatur
           * Susun konsep untuk representasi diagram.
    5. Link dan menambahkan proposisi
           * Link konsep dengan menghubungkan garis dan label setiap baris dengan proposisi.

Pertanyaan Kritis:

     * Apa kata pusat, konsep, pertanyaan penelitian atau masalah yang bisa digunakan untuk membangun peta?
     * Apa konsep, item, kata deskriptif atau mengatakan pertanyaan yang dapat Anda kaitkan dengan, topik pertanyaan konsep, penelitian atau masalah?

Apa Pencapaian Konsep?

Pencapaian Konsep adalah strategi pembelajaran tidak langsung yang menggunakan proses penyelidikan terstruktur. Hal ini didasarkan pada karya Jerome Bruner. Dalam pencapaian konsep, siswa mengetahui atribut dari kelompok atau kategori yang telah dibentuk oleh guru. Untuk melakukannya, siswa membandingkan dan contoh-contoh kontras yang mengandung atribut konsep tersebut dengan contoh-contoh yang tidak mengandung atribut-atribut. Mereka kemudian memisahkan mereka menjadi dua kelompok. Pencapaian konsep, kemudian, adalah mencari dan identifikasi atribut yang dapat digunakan untuk membedakan contoh dari kelompok tertentu atau kategori dari non-contoh.

Apa tujuannya?

Pencapaian konsep ini dirancang untuk mengklarifikasi ide-ide dan untuk memperkenalkan aspek konten. Ini melibatkan para siswa dalam merumuskan konsep melalui penggunaan ilustrasi, kata kartu atau spesimen disebut contoh. Siswa yang menangkap ke ide sebelum orang lain dapat menyelesaikan konsep dan kemudian diundang untuk menunjukkan contoh-contoh mereka sendiri, sementara siswa lainnya masih mencoba untuk membentuk konsep. Untuk alasan ini, pencapaian konsep sangat cocok untuk penggunaan di dalam kelas karena semua kemampuan berpikir bisa ditantang seluruh aktivitas. Dengan pengalaman, anak-anak menjadi terampil mengidentifikasi hubungan-hubungan dalam kartu kata atau spesimen. Dengan contoh-contoh dipilih dengan cermat, adalah mungkin untuk menggunakan pencapaian konsep untuk mengajar hampir semua konsep dalam semua mata pelajaran.
keuntungan:

     * Membantu membuat hubungan antara apa yang siswa ketahui dan apa yang mereka akan belajar
     * Belajar bagaimana untuk memeriksa konsep dari sejumlah perspektif
     * Belajar bagaimana memilah informasi yang relevan
     * Memperluas pengetahuan mereka tentang konsep dengan mengklasifikasikan lebih dari satu contoh dari konsep yang
     * Siswa melampaui hanya bergaul istilah kunci dengan definisi
       konsep yang dipelajari lebih teliti dan retensi ditingkatkan

Bagaimana cara melakukannya?

Langkah Pencapaian Konsep:
    1. Pilih dan mendefinisikan konsep
    2. Pilih atribut
    3. Mengembangkan contoh-contoh positif dan negatif
    4. Memperkenalkan proses untuk siswa
    5. Menyajikan contoh dan daftar atribut
    6. Mengembangkan definisi konsep
    7. Berikan contoh tambahan
    8. Diskusikan proses dengan kelas
    9. mengevaluasi


Daftar Pustaka
Bahan Kuliah Metodologi Pembelajaran.